Minggu, 03 Juni 2012

KOMPARASI BERBAGAI ALIRAN HUKUM DAN EKONOMI


KOMPARASI BERBAGAI ALIRAN HUKUM DAN EKONOMI


KOMPARASI BERBAGAI ALIRAN HUKUM DAN EKONOMI
Suatu Kajian Filsafat Huukum
Erlyn Indarti*

Abstrak
Secara umum, kelahiran dan pertumbuhan hukum dan ekonomi didasarkan padakontribusi yang diberikan oleh bagian hukum dan sisi ekonomi hukum dan ekonomi.Sebagai perubahan menyapu tatanan masyarakat ilmiah, bagian hukum hukum daneconomis withnesses transformasi yang signifikan dalam pemahaman, pembentukan, struktur, proses, dan lembaga hukum, menghasilkan cukup banyak sekolah pemikirandalam hukum dan ekonomi. Salah satu cara untuk mengantisipasi ini adalah denganterus menerus mengembangkan pengetahuan melalui penelitian di bidang filsafathukum, yang inti dari penelitian ini adalah perbandingan antara sekolah berbagaipikiran. Perbandingan tersebut akan memiliki compefency untuk mempersempit atau bahkan menjembatani kesenjangan antara sekolah bersaing pikiran, dan meningkatkanupaya untuk resolf kompleksitas masalah hukum, dalam hukum dan ekonomi.

Abstract

Generally speaking, the birth and the growth of law and economics are based on the contribution given by the law part and the economics side of law and economics. As changes swept the very fabric of scientific community, the law part of law and economis withnesses significant transformation in the understanding, formation, structure, processes, and institutions of law, producing quite a number of school of thoughts in law and economics. One way to anticipate this is by continuosly developing knowledge through research in the field of legal philosophy, whose core of research is comparison among the various school of thoughts. Such comparison would have the compefency to narrow or even bridge the gap between the competing school of thoughts, and boost the effort to resolf the complexity of legal issues, in law and economics.
Kata kunci : Filsafat Hukum, Hukum dan Ekonomi

Secara umum dapat dikatakan, bidang kajian Hukum dan Ekonomi tumbuh dan berkemban melalui kontribusi yang diberikan oleh 2(dua) pihak, yakni yan pertama adalah pihak hukum dari Hukum dan Ekonomi. Dari pihak hukum, sumbangan yang diberikan utamanya adalah benuk pemahaman terhadap hukum yan berubah dan berkembang sesuai dengan ko0nteks ruan dan waktunya. Artinya, hukum tidak lagi dianggap tumbuh dan berkembng di suatu ruang hampa yang otonom. Pandangan instrumental tentan hukum, yaitu suatu pandangan di mana hukum tidk lagi diyakini sebagai bertujuan tunggal, melainkn beragam, seperti equality atau kesama rattan, justice atau keadilan, fairness atau ketidak-diskriminatifan atau ketidak-curangan, efficiency atau efisien, dan effectivess atau keefektif-an. Hukum dan ekonomi ber-interksi pada berbagai titik singing. Dengan demikian, implikasi dari kajian hukum dan ekonomi tidak hanya terbatas pada Ilmu Hukum dan Ilmu Ekonomi semata, melainkan dapat pula meliputi berbaai disiplin yang baik secara langsun maupun tidak langsung ber-kepentingan denan beragam aspek hukum, seperti ilmu politik dan sosiologi. Bukan dari penelitian ini untuk membahas secara luas dan mendalam masing-masing dari berbagai aliran yang berkembang dalam kaitannya dengan interaksi antara hukum dan ekonomi.
Tujuan dari penelitian ini dalah : perbandingan visi filosofis hukum berbagai aliran  hukum dan ekonomi dalam rangka lebih memahami persamaan maupun perbedaan yang ada diantara mereka.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain berupa :
-Pengikisan tembok pemisah dan prasangka-sekaligus perbandingan yang lebih luas-diantara visi filosofis hukum berbagai aliran hukum dan ekonomi.
-Rangsanan bagi pencarian perspektif baru dari visi filosofis hukum beragam aliran hukum dan ekonomi.
Tinjauan Pustaka
Sungguhpun benihnya telah tersemai sejak setidaknya seabad yan lalu, baru didalam 4 (empat) decade belakangan ini hukum dan ekonomi mulai bertunas sebagai kajian yang terpisah dan tersendiri, baik di dalam ilmu hukum maupun ilmu ekonomi. Interaksi yang begitu nyata antara hukum  dan ekonomi membutuhkan waktuyang cukup lama untuk mendapatkan pengakuan yang semestinya. Barangkali hal ini disebabkan diantaranya oleh sikap sebagian pakar hukum yang mengagungkan independensi dan self suffiency dari hukum; atau sebaliknya, sikap sementara ahli ekonomi yang melulu mengedepankan independensi dan self suffiency dari ekonomi.  Salah satu sumbangan awal dari ilmu hukum bagi pengembangan kajian hukum dan ekonomi berasal dari apa yang lazim disebut sebagai common law. Kehadiran common law sebenarnya merupakan buah dari reksi terhadap pendekatan metafiisikal terhadap hukum yang diusung oleh aliran filsafat hukum legal theology maupun kecendrungan sekular-positivis dari metode ilmu alam yang dikandung natural law. Selanjutnya diparuh akhir abad ke-19, dunia menyaksikan semakin maraknya gerakan ilmiah positif yang kemudian diwujudkan melalui prinsip-prinsip formalistik di berbagai disiplin intelektual. Dalam kasus ilmu hukum, manifestasi dari gerakan ini hadir sebagai doctranilsm. Menurut doctranilsm, hukum semestinya dipahami apa adanya sebagai hukum itu sendiri, tanpa harus merujuk kepada prinsip-prinsip religi, metafisikal, ataupun sosial-ekonomi. Dengan demikian hukum adalah sebuah bidang ilmu yang independen sekaligus murni; dimana data yang ada hanyalah kasus-kasus hukum. Dengan adanya kontribusi dari doctranilsm, bidang kajian hukum dan ekonomi mendapatkan cirinya yang formal, sempit, terbatas, melihat kedalam, logis, dan objektif. Sumbangan dari ilmu hukum lainnya bagi pengembangan kajian hukum dan ekonomi adalah lagal realism. Bisa dikatakan, tantangan yang paling berpengaruh terhadap doctranilsm adalah gerakan legal realist yang mencapai puncaknya di tahun 1930-an. Gerakan ini pada dasarnya merupakan bagian dari reaksi umum terhadap formalism dan logical reasoning yang mengemuka di awal abad ke-20. Legal realism berupayan untuk merubah orientasi hukum ke luar dan menjadikannya selaras dengan kenyataan sosial sehari-hari.
Proses
Pemilihan tema proses (penelitian) sebagai judul sub bab ini didasarkan pada pertimbangan bahwa penelitian ini pada dasarnya berlangsung melalui sebuah proses yang meliputi beberapa tahapan atau fase. Rangkaian tahapan ini kemudian membuahkan apa yang disebut sebagai hasil penelitian yang akan disajikan dan dibahas dibagian lain lagi. Istilah metode penelitian tidak digunakan lagi disini, karena sebenarnya hanya merupakan salah satu tahapan dari –- dan dengan demikian sudah termaktub didalam – rangkaian proses penelitian.
Tradisi
Penelitan ini mengikuti tradisi penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang mengutamakan penghayatan (verstehen) dalam memahami, mengkritisi dan menafsirkan persoalan sesuai dengan paradigma yang dianut oleh peneliti ini berupa data kualitatif mengenai visi filosofis hukum. Tradisi kualitatif dalam penelitian ini berlanjut ke pengolahan atau pembahasan data dimaksud, hingga ke penafsiran dan penyajian informasi sebagai keluaran dari pembahasan tersebut.
Paradigma
Penelitian ini pertama-tama berpijak pada pemahaman paradigma, berikut klasifika-nya ke dalam 4 (empat) paradigma utama seperti telah diuraikan oleh Guba dan Lincoln (1994). Pelaksanaan penelitian ini selanjutnya di pandu oleh ‘paradigma konstruktivisme’ yang dianut oleh penulis. Penelitian ini melihat hukum sebagai ‘experential reality’ yang majemuk dan beragam.
Strategi
Strategi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah komparasi aliran filsafat hukum yang mewarnai bidang kajian hukum dan ekonomi. Strategi ini membandingkan berbagai aliran filsafat hukum, termasuk para penggagas dan pendukung aliran yang bersangkutan berikut pemikiran, pandangan, pendapat, atau pernyataan mereka.
Pengumpulan data
Penelitian ini merupakan kajian literatur.dalam hal ini, data penelitian diperoleh dari interaksi antara peneliti dengan para pemikir dan pakar hukum sesuai dengan para pemikir dan p0akar hukum sesuai dengan aliran filsafat hukum yang dianut.
Interpretasi, komparasi, dan presentasi
Interpretasi merupakan upaya untuk memperoleh arti dari makna yang lebih mendalam sekaligus luas dari pemikiran, pandangan, pendapat, atau pernyataan sekalian para pemikir dan pakar hukum. Komparasi yaitu upaya untuk menyaring perbedaan dan persamaan sekaligus men-sintesa kekuatan dan kelemahan pemikiran, pandangan, pendapat, atau pernyataan diatas. Presentasi merupakan proses kontruksi seluruh temuan penelitian apakah itu hasil interpretasi ataupun komparasi, yang sejatinya tidak dapat diduga dan terus berkembang bagai tak pernah usai untuk kemudian disajikan kepada pembaca.
Pembahasan
Chicago School of Law and Economics
Hukum dan ekonomi bermula dari pemikiran Adam Smith atau Jeremy Bentham. Kemudian, berpadunya hukum dan ekonomi secara lebih mantab, banyak ditentukan oleh interaksi antara paham realism dan instisionalisme pada decade 1920-an dan 1930-an. Pada decade 1960-an kemudian muncul apa yang disebut sebagai aliran Chicago baru. Chicago School atau disebut jua dengan law and economic school of jurisprudential thought, adalah Richard Posner, seorang professor, cendikiawan sekaligus hakim. Menurut posner (1975), secara sederhana, arti kedua dari keadilan atau justice yang paling umum dapat dikatakan adalah efisiensi. Aliran Chicago ini menganggap sesuiatu yang tidak efisien sebagai sesuatu yang salah/melanggar hukum/ melawan hukum atau unlawful/illegal. Menurut aliran hukum dan ekonomi Chicago ini, tujuan sentral dari pembuatan atau pengambilan keputusan hukum semestinya adalah mencapai/memajukan efisiensi pasar atau promoting market efficiency.
Secara umum aplikasi pemikiran aliran Chicago dapat dikelompokan menjadi :
-hukum dan ekonomi positif
-hukum dan ekonomi normative
Aliran hukum dan ekonomi Chicago yang positif pada umumnya melakukan analisa efisiensi terhadap common law. Common law sebagai mekanisme penetap[an harga yang dirancang untuk memastikan adanya alokasi sumberdaya yang efisien. Aliran hukum dan ekonomi Chicago yang normative mempelajari dimana atau pada titik manakah common law berpisah/melenceng/menyimpang dari doktrin efisiensi ekonomi.
Public Choice Theory
Pada mulanya benih  Public Choice Theory telah disemaikan sejak akhir tahun 1940-an oleh para akademisi di bidang public finance. Pendukung Public Choice Theory atau terori pilihan public melihat setiap manusia sebagai pembuat atau pengambil keputusan ( individual decision maker). Secara singkat Public Choice Theory dapat didefinisikan sebagai : analisa terhadap pembuatan atau pengambilan keputusan yang tidak berkenaan dengan pasar dan segala hal yang terkait dengan-nya (non market decising making). Sedangkan secara lebih luas, Public Choice Theory dimaknakan sebagai sekumpulan teori yang memperlakukan para pembuat atau pengambil keputusn (individual decision makers).
Institutional Law and Economics
Pendekatan institusional terhadap hukum dan ekonomi sebenarnya berakar pada berbagai bidang kajian yang diantaranya adalah : 
- ekonomi dan jurisprudence
- hubungan antara property dan kontrak dengan distribusi kekayaan
- dasar-dasar hukum dan system ekonomi
- peran system harga dan posisinya di dalam ekonomi modern.
Unsur-unsur dari pendekatan institusional terhadap hukum dan ekonomi ini dapat dijumpai pula pada tulisan-tulisan :
- Salah satu pendiri kajian ekonomi institusional, yakni : Thorstein Veblen (1889,1904)
- Pengacara sekaligus pakar ekonomi atau lawyer economist, seperti : Robert L. Hale dan Walton H. Hamilton (1932)
- Akademisi/ilmuwan/pakar hukum misalnya :Karl Llewellyn (1924), Jerome Frank (1930), Roscoe Pound (1911,1912)
Institutional Law and Economics menuntut pendekatan interdisciplinary dari, antara lain, psikologi, sosiologi, antropologi, behavioral science, ekonomi, dan tentunya hukum.
Pendekatan Institutional Law and Economics sama-sekali tidak membedakan diantara perlakuan-perlakuan, misalnya :
-jurisprudensial
-legislatif
-birokratik; atau
-regulatory
Baik Institutional Law and Economics, kesemua perlakuan tersebut sama merupakan manifestasi dari interelasi, diantaranya :
-pemerintah dan ekonomi maupun
-proses hukum dan proses ekonomi, dengan segala institusinya
Sekali lagi perlu ditekankan disini, focus utama dari institusional law and economics adalah pada interelasi dan interaksi timbale-balik diantara kedua pasang hubungan atau keterkaitan tersebut. Oleh karena sifat resiprokal atau mutual ini, maka hubungan antara huklum dan ekonomi menjadi sebagai berikut :
-Ekonomi merupakan fungsi dari hukum; dan sebaliknya
-Hukum juga merupakan fungsi dari ekonomi.
 Kesimpulan
Jadi dengan komparasi ini, diharapkan penikisan tembok pemisah dan prasangka – sekaligus perbandinan yang lebih luas – diantara visi filosofis hukum berbagai aliran hukum dan ekonomi dapat berlangsung. Selanjutnya, perbedaan yang ada diantara berbagai aliran hukum dan ekonomi dapat terjembatani dan persoalan hukumpun dapat menemukan jalan keluarnya.
Saran
Membaca keseluruhan laporan penelitian ini, kiranya dapat dipertimbangkan untuk :
- Mengembangkan penelitian dalam bidang filsafat hukum.
- Mengembangkan penelitian dalam bidang filsafat hukum yang berkenaan dengan kontribusi visi filosofis dari hukum kepada berbagai aliran hukum dan ekonomi.
- Membuka hati unuk menerima keberagaman pemahaman hukum melalui komparasi sumbanan visi filosofis hukum kepada berbagai aliran hukum dan ekonomi, sehingga jurang pemisah di antara aliran-aliran tersebut dapat terhubungkan, dan kompleksitas persoalan hukum-pun dapat terurai sekaligus terselesaikan. Semoga.


Nama kelompok :

1.      Daniel Anugrah Wibowo
2.      Deden Muhammad
3.      Nur rahman
4.      Peter burju
5.      Rachman hidayah
6.      Sulung panji 


ASPEK-ASPEK HUKUM dan NON HUKUM PERDAGANGAN INERNASIONAL dalam SISTEM GATT dan WTO : IMPLIKASINYA BAGI NEGARA-NEGARA BERKEMBANG


ASPEK-ASPEK HUKUM dan NON HUKUM PERDAGANGAN INERNASIONAL dalam SISTEM GATT dan WTO : IMPLIKASINYA BAGI NEGARA-NEGARA BERKEMBANG
Oleh : PROF. DR HATA, SH, MH


Abstrak
Dampak ketidakseimbangan kekuatan antar bangsa-bangsa adalah perdagangan internasional telah menjadi hak politik sejak Piagam Havana dinegosiasikan. Pada perjanjian GATT tahun 1947 banyak negara telah berusaha membereskan perbedaan diantara mereka melalui berbagai negosiasi dan menyelesaikan konflik kepentingan melalui mekanisme penyelesaian sengketa.
Pendirian WTO dianggap oleh banyak pihak sebagai puncak dari tahapan proses hukum mengenai perdagangan internasional, yang ditandai dengan keberhasilan atas prosedur penyelesaian sengketa dan diharapkan dapat menciptkan stabilitas serta dapat meramalkan sistem perdagangan dunia. Namun demikian apa yang terjadi dengan putaran Doha ? Dalam pandangan negara berkembang, semakin menunjukan kepada kita betapa perlunya reformasi secara mendasar baik menyangkut substansi maupun prosedur sistem perdagangan dunia versi WTO agar tercipta kerjasama perdagangan yang saling mengntungkan semua pihak yang terkait.
Pendahuluan
Selepas perang dunia II salah satu perhatian utama para pemimpin bangsa didunia adalah bagaimana menata hubungan perdagangan internasional agar supaya terhindar dari praktik-praktik konfrontatif, penetapan hambatan-hambatan perdagangan semena-mena dalam upaya melempar kerugian kepada bangsa lain, bahkan peran dagang yang terjadi di masa-masa sebelum perang dunia. Perang secara militer telah berakhir, tetapi bagaimana dibidang perdagangan internasional ?.
Upaya PBB, dalam hal ini ECOSOC, untuk mendirikan sebuah oranisasi internasional bernama international trade organitation (ITO) yang akan menangani persoalan perdagangan dan pembanunan ternyata mengalami kegagalan dan hasil maksimal yang dicapai adalah disepakatinya untuk sementara waktu sebagian dari naskah piagam ITO yang mengatur perdagangan internasional bernama general agreement on tariffs and trade (GATT). Sejauh mana peranan GATT dan WTO yang menggantikannya dalam menata perdagangan internasional dan implikasinya bagi Negara-negara berkembang khususnya.
Pembahasan
GATT dab tarik menarik kepentingan antara Negara maju dan Negara berkembang
GATT disepakati tahun 1947 sebagai akibat gagalnya Negara-negara yang menyepakati pembentukan ITO. Selalu diwarnai dengan tarik menarik kepentingan antara Negara maju dan berkembang. Negara-negara berkembang mengajukan usul pengalihan sumber-sunber daya (resources). Di bidang-bidang yang ada kaitannya dengan perdagangan internasional, ingin mengendalikan penanaman modal asing, menghendaki Negara maju menerima suatu disiplin mirip kartel. Agar Negara berkembang dapat mempertahankan harga kondite ekspor yang menguntungkan. Negara-neara berkembang berkeininan memiliki wadah atau lembaga internasional sendiri. Sejak konferensi Asia-Afrika di Bandung tahun 1955 bermaksud menggalan konsolidasi Negara-negara peserta, dan membina kerjasama ekonomi, politik dan kebudayaan. Hasilnya membuahkan konferensi PBB untuk perdagangan dan pembangunan (united nations conference on trade and development / UNCTAD) pada tahun 1964 di Jenewa. Negara-negara berkembang akhirnya berhasil mendapatkan status permanen bagi UNCTAD. Tanggal 30 Desember 1964 jadilah UNCTAD menjadi anggota tetap PBB. Tahun 1872 UNCTAD mengambil keputusan tentang perlunya pembuatan charter of economic rights and duties of states. Usulan ini diajukan ke presiden Mexico, Luis Echeveria Alvarez, yang mengatakan bahwa : “A just and stable world will not be possible until we create obligations and rights which protect weaker states let us take the economic cooperation out of the realm of goodwill and put it into the realm of law.
Erosi disiplin GATT dan dampaknya terhadap Negara berkembang
Tahun 1948 GATT mengalami turun naik dan pasang surut kepatuhan peseranya terhadap norma-norma yang terkandung didalamnya. Menurut Hudec pada tahun-tahun pertama penyelesaian sengketa oleh pihak ketiga yang disebut produser panel yang telah memperkokoh komitmen Negara di bidang perdagangan internasional. Tahun 1950-an memanfaatkan produser panel ini dalam menyelesaikan sengketa lewat pengadilan GATT, dan dianggap cukup efektif. Tahun 1960-an membawa perubahan dramatis, dimana upaya penyelesaian sengketa secara hukum semakin jarang dilakukan. Perubahan sikap kebijakan perdagangan dapat mengancam system perdagangan yang relative liberal yang telah diciptakan GATT sejak tahun 1948. Peraturan GATT yang oleh pemerintah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman, sehingga kerapkali dilanggar, baik oleh Negara-negara maju maupun Negara berkembang. Amerika Serikat dan masyarakat Eropa mempertahankan restraint programme dengan semua pemasok baja mereka lewat perdagangan ekspor, setelah diadakannya perjanjian bilateral. Jepang merupakan sasaran dari banyak penekangan, terutama karena reputasi Jepang sendiri dalam hal proteksionisme. Brazil, Hongkong, Republik Korea meniru keberhasilan Jepang semakin merasakan kekangan terhadap perdagangan ekspornya. Praktik-praktik yang dijalankannya bersifat diskriminatif. Aturan-aturan GATT mengenai subsidi tidak begitu eksplisit/diterima seluruhnya. Negara-negara berkembang merupakan penerima dari prefernsi tariff umum yang diberikan secara sepihak oleh Negara-negara maju. Manfaat diskriminasi positif lebih kecil dibandinkan dengan dampak merugikan dari diskriminasi yan diterapkan oleh neara-neara maju, atas ekspor tekstil, pakaian jadi, dan produk-produk manufaktur lain, merupakan produsen dengan harga rendah. Aturan GATT tidak mampu lagi merujukan kepentingan diantara Negara-negara pesertanya. Akhirnya kembali kemeja perundingan untuk mengevaluasi kelemahan norma GATT, membuat aturan-aturan hukum yang mengikat.
Putaran Uruguay 1984-1993
Puaran Uruguay merupakan putaran perundingan GATT yang terakhir yang melahirkan world trade organitation. Putaran Uruuay secara resmi diluncurkan pada pertemuan tingkat menteri pada bulan September 1986 di Puntadel Este, Uruguay. Putaran perundinan ini terbesar yan pernah diadakan di Negara-negara peserta GATT. Tangal 15 Desember 1993 Trade Negotiaion Committee of The Uruguay Round menerima final act yang berisikan hasil-hasil putaran Uruguay. Dengan diterima Finl Act, berakhirlah perundingan –perundingan GATT yang sudah berlangsung selama 7 tahun. Selama putaran Uruguay Negara-negara berkembang termasuk Indonesia, aktif memperjuangkan kepentingan dan berhasil memasukan kepentingan utama mereka dalam perundingan, antara lain : Tropical product (kopi, the, coklat, dsb). Negara-negara berkemban menaruh harapan besar pada hasil-hasil yang dicapainya.
Pernyataan Indonesia dalam menyambut hasil persetujuan dagang, sbb :
  1. Menyadari bebas atas keajiban-kewajiban baru yan berlaku, menerima paket putaran Uruguay karena berkeyakinan, pertumbuhan ekonomi dunia berkembang dan system perdagangan internasional yang dil.
  2. Perjanjian tentng hk milik intelektual.
  3. Menerima kewajiban dari paket global, pada Negara-negara berkembang.
  4. Peluan akses pasar yan lebih besar bai negar mitr dagang yng merupakan tujuan utama putaran Uruguay.
  5. Dalam ranka putaran Uruguay disepakati agar produk tekstil secara bertahap sejalan dengan disiplin multilateral.
  6. Sistem perdagangan dunia yan terbuka dan dinamis membutuhkan kesediaan dari semua pihak unuk menerima peralihan dlam keuntungan komparatif untuk melaksanakn penyesuain structural apabila diperlukan.
  7. Negara-negara berkembang menyadari keharusan melakukan penyesuaian struktural.
  8. Menggunakan dalil kepedulian social dan linkungan untuk membatasi perdagangan.
  9. Menjadikan kewajiban semua pihak untuk tidak memperlemah WTO yang masih akan dibentuk dengan cara membebaninya dengan isu-isu controversial.

WTO keberhasilan dan kegagalan
Dengan kelahiran WTO dapat menempatkan Negara-negara lemah pada posisi sejajar dengan Negara maju. Disiplin multilateral yng mengikat dibidang perdagangan internasional. Putaran Uruguay merupakan titik awal berubahnya pengharapan Negara-negara berkembang atas system perdaganan multilateral dan partisipasi. Banyak keberhasilan yan dicapi diberbagai bidang, terutama dalam kemampuan WTO, menyelesaikan perselisihan dagang ntar anggota atas dasar hukum yang mengikat. Tahun 1996 diadakan konferensi tingkat menteri WTO pertama di Singapur. Keberhasilan AS dan Negara-negara maju, munculah penanaman modal (investment), kebijakan persaingan (competition policy), kontrak-kontrak pemerintah (government procurement), dan fasilitas perdagangan (trade facilitation).
Permasalahan isu Singapura dapat digambarkan sebagai berikut :
  1. Menghendaki dibuatnya peraturn dibidang penanamn modal asing, termsuk aturan untuk mencegah Negara uan rumah membuat persyaratan berlebihan bagi pihak yang ingin berinvestasi.
  2. Menghendaki aturan-aturan WTO dibidang persaingan usaha.
  3. Cara-cara pemerintah membuat kontrak dianggap tidak transparan sehingga menjurus pada keputusan yang tidak adil dan korupsi.

Negara-negara berkembang menentang usulan ini
Mereka berpendapat Singapura akan merampas kewenangan mereka untuk mengatur perusahaan-perusahaan asing, mengeruk keuntungan lebih besar dan lebih gampang dinegaranya. Negara sangat menentang kebijakan pemberian subsidi yang dilakukan Uni eropa dan AS kepada para petani mereka. Kebijakan Negara-negara maju mengakibatkan harga produk pertanin mereka yang seharusnya lebih mahal dari pada produk petani Negara berkembang dapat dijual lebih murah dipasar dunia berkat subsidi yang sangat besar dari pemerintah. Negara-negara kaya mensubsidi pertaniannya tidak kurang dari 300 miliar Euro setiap tahunnya, dan mengenakan tariff tinggi bagi impor produk pertanian Negara-negara berkembang.
Kegagalan perundingan merupakan kerugian bai Negara-negara miskin yang seharusnya diuntunkan dari turunnya harga dan terbukanya perdagangan.

Penutup
Dengan segala kekurangannya yang dimiliki WTO, WTO pun masih dibutuhkan oleh semua negara. Data menunjukan apa yang sudah dicapai maupun yang belum dicapai. Sedemikian jauh tampaknya aspek positif masih leih banyak daripada aspek negatifnya. Rule-base system harus diperhatikan karena terbukti memberikan keamanan dan prediktabilitas bagi perdagangan internasional. Ini dibuktikan antara lain oleh kenyataan bahwa negara anggota yang lemah sekalipun dapat mengadukan negara kuat jika kepentingan dagangnya terganggu sehingga sangat mengurangi pengaruh tekanan bilateral dari negara kuat. Setiap pemerintah negara harus berusaha keras meningkatkan kemakmuran bangsanya lewat perdagangan internasional namun setiap kebijakan yang dibuat harus tetap mempertimbangkan kepentingan negara lain. Sebelum menjadi Dirjen WTO, Pascal Lamy pernah mengingatkan : free trade is not natural. Tampaknya kini dia sedang bekerja keras meminta bantuan dari semua pihak, untuk merawat dan menyelamatkan WTO yang sedang sakit agar supaya  jantungnya terus berdenyut dan bahkan bisa pulih kembali.

Nama kelompok :
1)     Daniel Anugrah Wibowo
2)     Deden Muhammad
3)     Nur rahman
4)     Peter burju
5)     Rahman hidayah
6)     Sulung panji



PILIHAN HUKUM PARA PIHAK DALAM SUATU KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL


PILIHAN HUKUM PARA PIHAK DALAM
SUATU KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL
( Suatu Tinjauan Terhadap Pembatasnya )
Tjip Ismail

Abstrak
Technological Progress and the communications result economic activity shall no longer circles by State boundary. Phenomenon Regionalism that happened in various world cleft these days, like ASEAN or Uni Europe
bornedly it transactionof so-called by e-commerce. International trade have become backbone for State to become prosperous, secure and prosperous and the strength. Defrayal of International trade by letter L/C or organizable except that by other law system

Keyword : Punish, Contract Trade, International

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan arus globalisasi, perdagangan internasional merupakan bidang yang berkembang cepat. Ruang lingkup bidang hukum pun cukup luas. Hubungan-hubungan dagang yang sifatnya lintas batas dapat mencakup banyak jenisnya, dari bentuk yang sederhana, yaitu barter, jual-beli barang atau komoditi (produk-produk pertanian, perkebunan dan sejenisnya) hingga hubungan atau transaksi-transaksi dagang yang kompleks. Hal ini disebabkan oleh adanya jasa teknologi (khususnya teknologi informasi) sehingga transaksi dagang semakin berlangsung cepat.
Batas-batas Negara bukan lagi halangan dalam bertransaksi. Bahkan dengan pesatnya teknologi, dewasa ini para pelaku dagang tidak perlu mengetahui atau mengenal siapa rekanan dagangnya yang berada jauh di belahan bumi lain. Hal ini tampak dengan lahirnya transaksi-transaksi yang disebut dengan e-commerce. Perdagangan internasional sudah menjadi tulang punggung bagi Negara untuk menjadi makmur, sejahtera dan kuat. Hal ini sudah terbukti dalam perkembangan dunia1.
Kemajuan teknologi dan komunikasi mengakibatkan aktivitas ekonomi tidak lagi terkungkung oleh batas-batas Negara. Fenomena regionalisme yang terjadi di berbagai belahan dunia dewasa ini, seperti ASEAN atau Uni Eropa. Para pihak sebelum menutup suatu perjanjian dagang, perlu bersikap hati-hati terhadap calon mitra dagang, substansi perjanjian, hak dan kewajiban, resiko, pilihan hukum dan forum penyelesaian sengketa2.
Perdagangan internasional umumnya menggunakan dua atau lebih sistem hukum pemerintahan. Pembeli ataupun penjual mungkin melakukan fungsinya di bawah dua sistem hukum yang berbeda. Perusahaan ekspedisi yang mengangkut barang-barang dan kontrak asuransi kelautan yang menjamin pelayaran dan muatan mungkin diatur oleh sistem hukum yang terpisah. Pembiayaan perdagangan internasional dengan Surat L/C atau kalau tidak dapat diatur oleh sistem hukum yang lain. Ketika timbul perselisihan, para pihak dapat mengajukan penyelesaian perselisihan mereka dengan menggunakan peradilan dari yurisdiksi yang dipilih.
B. Pokok Permasalahan
            Berdasarkan uraian di atas, dapatlah ditarik pokok permasalahan yang dapat dianalisis sehingga dapat menjawab pertanyaan ini, yaitu bagaimanakah choice of law by the parties (party autonomy), dikaitkan dengan pembatasan-pembatasan tertentu dalam suatu kontrak?
C. Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui choice of law by the parties (party autonomy), dikaitkan dengan pembatasan-pembatasan tertentu dalam suatu kontrak.
BAB II PILIHAN HUKUM DALAM SUATU KONTRAK DAGANG
A. Istilah dan Prinsip Pilihan Hukum
            Pilihan hukum hanya dibenarkan dalam bidang hukum perjanjian. Tidak dapat diadakan pilihan hukum di bidang hukum kekeluargaan misalnya3.
            Masalah pilihan hukum yang akan diberlakukan atau diterapkan adalah salah satu masalah yang penting dalam suatu kontrak perdagangan internasional. Istilah-istilah pilihan hukum dalam bahasa lain antara lain adalah: Partij autonomie,autonomie des parties (Perancis), intension of the parties (Inggris) atau (choice of law). Para pihak dalam suatu kontrak bebas untuk melakukan pilihan, mereka dapat memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak mereka. Para pihak dapat memilih hukum tertentu4.
            Pilihan hukum merupakan hukum mana yang akan digunakan dalam pembuatan suatu kontrak5. Para pihak yang mengadakan perjanjian dagang berhak melakukan kesepakatan tentang pilihan hukum (choice of law) dan pilihan forum (choice of forum) yang berlaku bagi perjanjian tersebut. Pilihan hukum (choice of law) menentukan hukum yang berlaku (governing law), demikian pula, pilihan forum arbitrase (arbitrase clause) menentukan jurisdiksi forum penyelesaian sengketa6.
            Peran choice of law di sini adalah hukum yang akan digunakan oleh badan peradilan untuk:7
        menentukan keabsahan suatu kontrak dagang,
        menafsirkan suatu kesepakatan-kesepakatan dalam kontrak,
        menentukan telah dilaksanakan atau tidak dilaksanakannya suatu prestasi (pelaksanaan suatu kontrak dagang),
        menentukan akibat-akibat hukum dari adanya pelanggaran terhadap kontrak.
Hukum yang akan berlaku ini dapat mencakup beberapa macam hukum. Hukum-hukum tersebut adalah: hukum yang akan diterapkan terhadap pokok sengketa (applicable substantive law atau lex causae) dan hukum yang akan berlaku untuk persidangan (procedural law).
Hukum yang akan berlaku akan sedikit banyak bergantung pada kesepakatan para pihak. Hukum yang akan berlaku tersebut dapat berupa hukum nasional suatu Negara tertentu. Biasanya hukum nasional tersebut ada atau terkait dengan nasionalitas salah satu pihak. Cara pemilihan inilah yang lazim diterapkan dewasa ini. Apabila salah satu pihak atau kedua belah pihak tidak sepakat mengenai salah satu hukum nasional tersebut, biasanya kemudian mereka akan berupaya mencari hukum nasional yang relative lebih netral. Alternatif lainnya yang memungkinkan dalam hukum perdagangan internasional adalah menerapkan prinsip-prinsip kepatuhan dan kelayakan (ex aequo et bono) namun demikian penerapan prinsip ini pun harus berdasarkan pada kesepakatan para pihak8.
Pilihan hukum sekarang ini sudah umum diterima dalam kontrak-kontrak perdagangan internasional, baik oleh negara-negara barat dengan sistem kapitalisme liberal yang menerima pilihan hukum ini, juga negara-negara sosialis.
B. Macam-macam Pilihan Hukum
            Terdapat 4 (empat) macam cara dalam memilih hukum yang akan dipakai dalam hukum perdagangan internasional (HPI) yaitu:
1.      pilihan hukum secara tegas,
2.      pilihan hukum secara diam-diam,
3.      pilihan hukum secara dianggap, dan
4.      pilihan hukum secara hipotesis.
Ad. 1. Pilihan hukum secara tegas
            Pilihan hukum secara tegas ini, dapat kita lihat dalam klausula-klausula kontrak joint venture, management contract atau technical assistant contract, di mana para pihak yang mengadakan kontrak secara tegas dan jelas menentukan hukum mana yang mereka pilih. Hal tersebut biasanya muncul dalam klausul goverling law atau applicable law yang isinya berbunyi: “this contract will be governed by the law of the Republic of Indonesia” atau the agreement shall be governed by and construed in all respects in accordance with the law of England.
            Sebagai contoh adalah kontrak-kontrak yang dibuat Pertamina mengenai LNG salses contract dari 3 Desember 1973, dalam pasal 12 dinyatakan bahwa: this contract shall be governed by and interpreted in accordance with the law of the State of New York, United States of America”. Pilihan hukumnya adalah Negara bagian New York, merupakan hal yang tepat karena Amerika Serikat tidak mengenal hukum perdata untuk Negara Federasi Amerika Serikatnya, tetapi tiap-tiap Negara bagian mempunyai hukum perdatanya sendiri yang masing-masing berbeda.
Jadi di dalam pilihan hukum yang dinyatakan secara tegas, pilihan hukum dinyatakan dengan kata-kata yang menyatakan pilihan hukum tertentu dalam kontrak tersebut. Bilamana hakim dalam menentukan hukum mana yang harus berlaku dalam kontrak tersebut, hakim akan menggunakan pilihan hukum sebagai titik taut penentunya9.
Ad. 2. Pilihan hukum secara diam-diam.
            Untuk mengetahui adanya pilihan hukum tertentu yang dinyatakan secara diam-diam, dapat disimpulkan dari maksud atau ketentuan-ketentuan dan fakta-fakta yang terdapat dalam suatu kontrak. Fakta-fakta yang berkaitan dengan kontrak tersebut, misalnya bahasa yang dipergunakan, mata uang yang digunakan, gaya atau style Indonesia.
            Kesimpulan ini adalah tafsiran hakim atau pengadilan. Dalam kenyataannya mungkin saja para pihak tidak bermaksud seperti yang disimpulkan pengadilan tersebut10.
Ad. 3. Pilihan hukum secara dianggap
            Pilihan hukum secara dianggap ini hanya merupakan presumption iuris, suatu dugaan hukum. Hakim menerima telah terjadi suatu pilihan hukum berdasar dugaan belaka, Pada pilihan hukum demikian tidak dapat dibuktikan menurut saluran yang ada. Dugaan hakim merupakan pegangan yang dipandang cukup untuk mempertahankan bahwa para pihak benar-benar telah menghendaki berlakunya suatu sistem hukum tertentu.
Ad. 4. Pilihan hukum secara hipotesis
            Pilihan hukum secara hipotesis ini dikenal terutama di Jerman. Sebenarnya di sini tidak ada kemauan dari para pihak untuk memilih sedikitpun. Hakim yang melakukan pilihan hukum tersebut. Hakim bekerja dengan fiksi, seandainya para pihak telah memikirkan hukum mana yang dipergunakan, hukum manakah yang dipilih mereka dengan cara sebaik-baiknya, jadi, sebenarnya tidak ada pilihan hukum bagi para pihak. Hakim yang menentukan pilihan hukum tersebut.
            Banyak kalangan tidak menerima pilihan hukum secara dianggap, apalagi pilihan hukum secara hipotesis. Oleh karena itu sebaiknya yang digunakan hanyalah pilihan hukum secara tegas atau pilihan hukum secara diam-diam.
            Permasalahan yang akan timbul sehubungan dengan terjadinya perselisihan yang berkenaan dengan kontrak-kontrak itu tidak memuat klausula mengenai governing law atau applicable law. Selain itu tidak selamanya kontrak dagang internasional dibuat secara tertulis. Dalam keadaan demikian tentunya tidak akan ada pula pilihan hukumnya. Berdasarkan hukum mana hakim harus mengadili perkara yang bersangkutan atau hukum mana yang seharusnya berlaku bagi kontrak-kontrak itu, hakim dapat menggunakan bantuan titik pertalian atau titik taut sekunder lainnya, yaitu tempat ditandatanganinya kontrak atau tempat dilaksanakannya kontrak.
BAB III PEMBATASAN-PEMBATASAN DALAM PILIHAN HUKUM
            Pilihan hukum, walaupun sudah dapat diterima secara umum, namun masih dipersoalkan mengenai batas-batas wewenang untuk memilih hukum ini. Ada batas-batas tertentu untuk kelonggaran memilih hukum ini. Persoalan yang dihadapi adalah, seberapa jauh diperkenankan pilihan hukum ini, apakah dapat diberlakukan seluas-luasnya, atau dibatasi. Pada prinsipnya para pihak memang bebas untuk melakukan pilihan hukum yang mereka kehendaki, tetapi kebebasan ini bukan berarti sewenang-wenang.
            Adapun batasan-batasan terhadap pilihan hukum adalah sebagai berikut: pilihan hukum hanya boleh dilakukan sepanjang tidak melaggar apa yang dikenal sebagai “ketertiban umum” (public policy), pilihan hukum tidak boleh menjelma menjadi penyelundupan hukum, pilihan hukum dibatasi oleh sistem hukum tertentu yang memaksa (dwingen recht)11.
A. Pilihan Hukum Tidak Melanggar Ketertiban Umum
            Persoalan pilihan hukum mempunyai hubungan erta dengan masalah ketertiban umum. Pilihan hukum diperkenankan berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Namun kebebasan tidak berarti tidak ada batasnya. Kebebasan tersebut dibatasi oleh ketentuan ketertiban umum (public policy)12.
            Ketertiban umum merupakan suatu rem darurat yang dapat menghentikan diperlakukannya hukum asing. Juga ketertiban umum merupakan suatu rem darurat terhadap pemakaian otonomi para pihak secara terlampau leluasa. Ketertiban umum menjaga bahwa hukum yang telah dipiih oleh para pihak adalah tidak bertentangan dengan sendi-sendi asasi dalam hukum dan masyarakat sang hakim13. Pemakaiannya juga harus secara hati-hati dan seirit mungkin, karena apabila terlalu cepat menggunakan rem darurat ini, maka hukum perdagangan internasional juga tidak dapat berjalan dengan baik. Sebaliknya, jika terlalu banyak mempergunakan lembaga ketertiban umum, berarti kita akan selalu memakai hukum nasional kita sendiri, padahal hukum perdata internasional kita sudah menentukan dipakainya hukum.
            Konsep ketertiban umum berlainan di masing-masing Negara. Ketertiban umum terikat pada tempat waktu. Jika situasi dan kondisi berlainan, paham ketertiban umum juga berubah. Public policy juga mempunyai hubungan erat dengan pertimbangan-pertimbangan politis. Boleh dikatakan bahwa pembuat kebijakan memegang peranan yang penting dalam ketertiban umum ini14.
            Sesuai dengan prinsip hukum yang universal dan sangat mendasar pula bahwa dikalahkan oleh kepentingan pribadi, oleh karena itu, jika ada kontrak perdagangan yang bertentangan dengan ketertiban umum, maka kontrak tersebut sudah pasti bertentangan dengan undang-undang yang berlaku di suatu Negara15.
B. Pilihan Hukum Tidak Boleh Menjelma sebagai Penyelundup Hukum
            Ada hubungan yang jelas antara penyelundupan hukum dan pilihan hukum. Pada penyelundupan hukum sang individu mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah dibuatnya sendiri. Pada pilihan hukum tidak diadakan pilihan antara: mengikuti undang-undang atau mengikuti urusan yang dibuat sendiri. Pada pilihan hukum, yang dipilih adalah ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku bagi Negara-negara para pihak. Sedangkan pada penyelundupan hukum yang dipilih adalah titik pertalian yang bersifat obyektif seperti misalnya kewarganegaraan, domisili, tempat kontrak dilangsungkan (lex loci contractus), maupun tempat letaknya benda (lex rei sitae). Semua titik pertautan ini dipengaruhi oleh para pihak dalam penyelundupan hukum. Mereka misalnya merubah kewarganegaraan atau memindahkan tempat barang atau membuat kontrak di tempat lain. Semua ini menunjukkan perbuatan-perbuatan yang merupakan penyelundupan hukum16.
            Pilihan hukum harus dilakukan secara bonafid, tidak ada khusus memilih suatu tempat tertentu untuk maksud menyelundupkan peraturan-peraturan lain. Dengan lain perkataan yang dapat dipilih adalah hukum yang mempunyai hubungan dengan kontrak.
C. Pembatasan oleh Sistem Hukum Tertentu yang Memaksa (dwingen recht)
            Salah satu pembatasan dalam pilihan hukum adalah mengenai sistem hukum tertentu yang bersifat memaksa. Para pihak tidak dapat menyimpang dari kaidah-kaidah yang bersifat memaksa. Hal ini sudah umum diterima baik dalam suasana hukum intern maupun internasional17. Hukum yang memaksa (dwingen recht) membatasi kebebasan para pihak dalam menentukan pilihan hukum. Pembatasan-pembatasan tersebut ditentukan oleh keadaan ekonomi kehidupan modern, seperti perlindungan konsumen, pencegahan penyalahgunaan wewenang dari penguasa ekonomi serta menjaga iklim persaingan yang adil dalam ekonomi18.
D. Kasus-kasus
1. Perkara Zechav tahun 1935.
            Samuel Jones & Co (ekspor ltd) vs Louis Zecha. Zecha bertempat tinggal di Sukabumi dan berdagang di bawah merek “Soekaboemische Snelpersdrukkerij” menggugat perusahaan Inggris Samuel Jones & co. Berkedudukan di London, menuntut supaya dibayar 12 wessel yang ditarik oleh perusahaan George Mann & Coy Ltd di London. Peralihan wessel kepada Jones hanya perbuatan pura-pura untuk memudahkan penagihan terhadap Zecha. Persoalan yang timbal adalah hukum manakah yang harus dipergunakan untuk endosemen dan cessie yang telah dilakukan. Menurut hakim tingkat pertama, endosmen yang telah ditarik di London menggunakan bahasa Inggris, juga mata uang Poundsterling, Berta lex loci contractusnya adalah di London menurut cara yang berlaku disana. Maka Hakim beranggapan bahwa untuk endosmen berlaku hukum Inggris. Namun Zecha keberatan dan berpendaoat bahwa seharusnya bukan hukum Inggris tetapi hukum Indonesia lah yang dipakai. Pengadilan tinggi juga sependapat, bahwa akta cessie dibuat dalam bahasa Belanda dan juga isi dari akte, hal ini menunjukkan bahwa para pihak telah memilih hukum.
            Indonesia sebagai sistem hukum yang harus berlaku. Walaupun cessie dilakukan di London, pengadilan beranggapan bahwa hukum Indonesia lah yang berlaku, bukan lex loci contractus yang menentukan, tetapi maksud dari para pihak dan mengakui pilihan hukum sebagai titik pertalian sekunder untuk kontral hukum perdagangan internasional ini.
2. Kasus “Treller Nicolas” 1924
            Mahkamah Agung Belanda yang memutus perkara stoomtreiler Nicolaas, yang telah mengasuransikan sejumlah F. 80.000, untuk perjalanan dari Ijmuiden ke Immingham pulang pergi, asuransi laut ditutup dengan para tergugat, yaitu NV. Mascapai van Assurantie dan 10 maskapai lainnya (di antaranya perusahaan Denmark dan Swedia).
            Asuransi ini ditutup atas Casco, ketel, mesin-mesin dan alat perlengkapan kapal tersebut. Dalam perjalanan kapal ini tenggelam, dan penggugat menuntut pembayaran dari maskapai asuransi yang tidak mau membayar. Para tergugat yang terdiri dari 11 maskapai asuransi di mana 6 berkedudukan di Nederland dan berkewarganegaraan Belanda menolak membayar. Meraka beranggapan bahwa pada saat terjadinya kontrak asuransi, para pihak menghendaki pemakaian hukum Inggris. Menurut ketentuan dalam kontrak asuransi, dinyatakan Marine Insurance Act Inggris lah yang berlaku.
            Juga segala kondisi dan urgensi dari polis Llyods Inggris yang dipergunakan, sedangkan polis ini dianggap seolah-olah ditandatangani di London. Mereka beranggapan bahwa polis bersangkutan adalah batal menurut hukum Inggris, karena dalam polis memuat klausula yang melarang hukum Inggris. Dalam klausula ditentukan bahwa tidak diperlukan pembuktian lain mengenai kepentingan nilai atau anggaran kapal yang ditentukan dalam polis tersebut. Klausula ini dianggap bertentangan dengan sectie 4 Marine Insurance Act 1906 yang menetapkan bahwa tiap perjanjian asuransi yang bersifat “perkiraan” adalah batal menurut hukum Inggris, karenanya mereka menolak untuk membayar kepada pihak penggugat.
            Sedangkan penggugat beranggapan bahwa, walaupun perjanjian bersangkutan pada umumnya berlakuhukum Inggris, hal ini dimungkinkan pula bahwa untuk hal yang khusus dalam klausul ini berlaku hukum Belanda, karena polis asuransi ditandatangani di Nederland dan 6 dari 11 perusahaan asuransi berkedudukan di Nederland serta berstatus warga Negara Belanda. Tidak perlu seluruh perjanjian tunduk pada satu macam hukum saja, yaitu hukum Inggris, tapi dimungkinkan pula bahwa sebagian lagi, yaitu perjanjian asuransi diatur oleh hukum Belanda.
            Oleh Mahkamah Agung Belanda dipertimbangkan bahwa menurut hukum belanda, para pihak tidak diwajibkan untuk mengatur seluruh bagian perjanjian mereka oleh hanya satu macam hukum serta kaidah-kaidah yang memaksia dari suatu hukum asing juga tidak perlu diperlukan jika para pihak tidak menghendaki diberlakukannya kaidah memaksa ini walaupun merkea telah menerima berlakunya hukum asing bersangkutan, perjanjian asuransi bersangkutan tidak batal. Majelis Hakim Mahkamah Agung telah menerima prinsip pilihan hukum oleh para pihak dalam keputusan ini dengan pertimbangan-pertimbangan politis. Boleh dikatakan bahwa pembuat kebijakan memegang peranan yang penting dalam ketertiban umum ini.
KESIMPULAN
            Batas-batas Negara bukan lagi halangan dalam bertransaksi. Kemajuan teknologi dan komunikasi mengakibatkan aktivitas ekonomi tidak lagi terkungkung oleh batas-batas Negara. Para pihak sebelum menutup suatu perjanjian dagang, perlu bersikap hati-hati terhadap calon mitra dagang, substansi perjanjian, hak dan kewajiban, resiko, pilihan hukum dan forum penyelesaian sengketa. Para pihak yang mengadakan perjanjian dagang berhak melakukan kesepakatan tentang pilihan hukum (choice of law) dan pilihan forum (choice of forum) yang berlaku bagi perjanjian tersebut. Ketika timbul perselisihan, para pihak dapat mengajukan penyelesaian perselisihan mereka dengan menggunakan peradilan dari yurisdiksi yang dipilih.
DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU:
Adolf, Huala, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet. 1, 2005
_____, Hukumerekonomian Internasional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, cet. 1, 2005
Fuady, Munir, Hukum Kontrak (dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001
Gautama, Sudargo, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku Kelima Jilid Kedua (Bagian Keempat), Bandung: Penerbit Alumni, 1998
_____, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Bandung: Penerbit Binacipta, cet. Ke-5, 1987
H.S, Salim, Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, cet. Ke-3 2006
Khairandy, Ridwan, Pengantar Hukum Perdata Internasional, Jogyakarta: FH UII Press, Cet. 1, 2007
Internet:
Wibowo, Basuki Rekso, Kompetensi Peradilan Umum Terhadap Putusan Arbitrase, library@lib.unair.ac.id, 1 Januari 1999
Catatan Kaki:
1.       Huala Adof, Hukum Perdagangan Internasional, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet. 1, 2005, hlm 2
2.       Huala Adof, Hukum Perekonomian Internasional, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet. 1, 2005, hlm 1
3.       Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Bandung: Penerbit Binacipta, cet. Ke-5, 1987, hlm. 204
4.       Ibid. Hlm 168
5.       Salim S. Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, cet. Ke-3 2006, hlm. 106
6.       Basuki Rekso Wibowo, Kompetensi Peradilan Umum Terhadap Putusan Arbitrase, librari@lib.unair.ac.id, 1 Januari 1999
7.       Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, hlm. 214
8.       Ibid., hlm. 215
9.       Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Perdata Internasional, Yogyakarta: FH UII Press, cet. 1, 2007 hlm 131
10.   Ibid., hlm 134
11.   Gautama, Op.Cit., hlm. 171
12.   Khairandy, Op.Cit, hlm. 130
13.   Gautama, Op.Cit., hlm 172
14.   Ibid. Hlm 135
15.   Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001, hlm. 82
16.   Ibid., hlm. 84
17.   Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia, Buku Kelima Jilid Kedua (BagianKeempat), Bandung: Penerbit Alumni, 1998
18.   Khairandy, Op.Cit., hlm. 86

Nama kelompok :
1)      Daniel Anugrah Wibowo
2)      Deden Muhammad
3)      Nur Rachman I.E.W
4)      Peter Burju
5)      Rahman Hidayah
6)      Sulung Panji