Minggu, 03 Juni 2012

PRINSIP ITIKAD BAIK BERDASARKAN PASAL 251 KUHD DALAM ASURANSI KERUGIAN


PRINSIP ITIKAD BAIK BERDASARKAN PASAL 251 KUHD DALAM ASURANSI KERUGIAN

Oleh :
Eti Purwiyantiningsih

Abstrak
                setiap orang di dalam hidupnya memiliki resiko. Cara terbaik untuk berjaga-jaga terhadap resiko tersebut dengan cara ikut asuransi. Salah satu asuransi yang sering di ikuti adalah asuransi kerugian yang diatur dalam pasal 251 KUHD. Dalam pasal 251 KUHD ada pandangan pernyataan sebagai cermin atau penggambaran kejujuran oleh peserta asuransi terkadang tidak disetujui.
Kata kunci : itikad baik dan asuransi keruigian


PENDAHULUAN
                Tiap orang memiliki suatu benda tentu menghadapi suatu resiko penurunan nilai, bisa diakibatkan karena hilang,rusak,terbakar atau karena sebab lainya. Soeisono Djojosoedarso dalam disertai Arief soeryono mengatakan bahwa resiko timbul karena adanya ketidakpastian, yang berarti ketidakpastian adalah merupakan kondisi yang menyebabkan keragu-raguan seorang mengenai kemampuannya untuk meramalkan kemungkinan terhadap hasil-hasil yang akan terjadi di masa mendatang. Kondisi yang tidak pasti itu karena berbagai sebab, antara lain :
1.       Tenggang waktu antara perencanaan suatu kegiatan itu berakhir/menghasilkan dimana makin panjang tenggang waktu makin besar ketidakpastiannya.
2.       Keterbatasan informasi yang tersedia yang diperlukan dalam penyusunan rencana.
3.       Keterbatasan pengetahuan/kemampuan/teknik pengambilan keputusan dari perencanaan.
Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) menentukan bahwa asuransi adalah suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan dirinya kepada seorang tertanggung, dengan menerima premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian atau kehilangan, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena peristiwa tidak tentu.
                Berdasarkan pasal 246 KUHD kita dapat menarik unsur-unsur penting dalam asuransi atau pertanggungan yaitu :
1.       Pihak-pihak, yaitu penanggung dan tertanggung.
2.       Status pihak-pihak. Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan berbadan hukum dapat berbentuk perseroan terbatas (PT), Perusahaan perseroan koperasi, tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan, persekutuan atau badan hukum.
3.       Obyek asuransi, dapat berupa benda hak atau kepentingan yang melekat pada benda, dan sejumlah yang disebut premi atau ganti kerugian.
4.       Peristiwa asuransi, yaitu perbuatan hukum (legal Act) berupa persetujuan atau kesepakatan tertanggung mengenai obyek asuransi peristiwa tidak pasti (evenement) yang mengancam benda asuransi dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi.
5.       Hubungan asuransi, adalah keterikatan (legality bound) yang timbul karena kesepakatan bebas.
Sebagai suatu perjanjian supaya sah asuransi atau pertanggungan itu haruslah memenuhi semua syarat-syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUHD yaitu adanya 4 (empat) syarat :
1.       Sepakat mereka yang mengikatkan diri.
2.       Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3.       Suatu hal tertentu.
4.       Suatu sebab yang halal.
Untuk sahnya perjanjian pertanggungan disamping harus memenuhi pasal 1320 perdata juga harus memenuhi ketentuan pasal 251 KUHD yang mengharuskan adanya pemberitaan tentang semua keadaan yang diketahui oleh tertanggung mengenai benda pertanggungan.
                Pasal 251 KUHD menetukan bahwa semua pembertiaan yang salah atau tidak benar atau penyembunyian keadaan yang diketahui oleh si tertanggung, betapapun jujurnya itu terjadi pada pihaknya yang bersifat sedemikian rupa sehingga perjanjian tidak akan diadakan atau diadakan dengan syarat-syarat yang sama bilamana penanggung mengetahui keadaan yang sesungguhnya dari benda itu, menyebabkan pertanggungan itu batal.
                Dalam asuransi ada 4 prinsip :
1.       Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan (insurable interest)
2.       Prinsip jaminan atas kerugian (indemnity)
3.       Prinsip kepercayaan (trustfull)
4.       Prinsip itikad baik (utmost goodfaith
Prinsip itikad baik ini berhubungan dengan pasal 1320,1321,1323,1328 dan 1338 KUHD perdata serta pasal 251 KUHD. Dalam pasal 1338 ayat 3 KUHD perdata adalah bahwa perjanjian harus dilaksanakan secara pantas dan patut. Itikad baik bukan saja harus ada pada saat perjanjian, tetapi juga pada saat dibuatnya atau ditandatanganinya suatu perjanjian. Agar prinsip itikad baik ini benar-benar terpenuhi sangat diharapkan kepada pihak tertanggung untuk tidak menyalahgunakan kepercayaan yang telah diberikan oleh pihak penanggung. Pihak penanggung juga harus beritikad baik dengan menjelaskan luas jaminan yang diberikan dan hak-hak dari tertanggung.
                Pasal 251 KUHD merupakan ketentuan khusus dari pasal 1321 dan 1322 KUH Perdata. Kekhususannya adalah bahwa pasal 251 KUHD tidak mempertimbangkan apakah perbuatan tertanggung itu dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja. Prinsipnya, seandainya penanggung mengetahui keadaan yang sebenarnya dari benda yang diasuransikan itu, dia tidak akan mengadakan asuransi dengan syarat-syarat yang demikian itu.
                Tujuan pasal 251 KUHD adalah untuk melindungi penanggung atau membebaskanya dari resiko yang secara tidak adil diperalihkan kepadanya, sehingga dalam pasal 251 KUHD itu tidak menjadi pertimbangan apakah pada tertanggung terdapat itikad baik atau tidak. Dengan demikian, penyembunyian atau mendiamkan suatu keadaan tentang benda pertanggungan itu tidaklah dipersoalkan apakah itu terjadi dengan disengaja oleh si tertanggung ataukah karena menganggap keadaan tidak penting.

PEMBAHASAN

                Asuransi kerugian berlaku setelah permintaan penutupan asuransi (SPPA) yang diserahkan tertanggung kepada penanggung disetujui oleh penanggung. Dengan disetujui SPPA, berate bertemulah kehendak penanggung dengan tertanggung. Dengan demikian perjanjian asuransi bersifat konsensuil, lahir berdasarkan kesepakatan tanpa memerlukan syarat formalitas tertentu, karena perjanjian asuransi kerugian sudah berlaku sebelum polisnya dibuat, polis baru dibuat kemudian berdasarkan SPPA.
                Pasal 255 KUHD menentukan bahwa pertanggungan harus diadakan secara tertulis dengan sepucuk akta, yang dinamakan polis. Apabila melihat ketentuan pasal tersebut, polis merupakan syarat sahnya perjanjian asuransi, padahal polis adalah alat bukti tentang adanya perjanjian asuransi, karena perjanjian asuransi bersifat konsensuil.
                Pasal 257 ayat 1 KUHD menentukan bahwa perjanjian pertanggungan ada segera setelah diadakan, hak-hak dan kewajiban-kewajiban timbal balik dari tertanggung dan penanggung mulai sejak saat itu, bahkan sebelum polis ditandatangani.
                Pasal 257 KUHD menyatakan bahwa perjanjian pertanggungan itu bersifat konsensuil akan  tetapi pasal 255 KUHD mengharuskan pembuatan perjanjian pertanggungan itu dalam suatu akta yang disebut polis. Polis merupakan tanda bukti adanya perjanjian pertanggungan bukan merupakan unsur dari perjanjian pertanggungan, dengan tidak adanya polis tidak menyebabkan perjanjian pertanggungan batal.
                Asas konsensualisme menetukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat antara dua atau lebih orang telah mengikat sehingga telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah orang tersebut mencapai kesepakatan atau konsesus, meskipun kesepakatan telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak berjanji tidak memerlukan formalitas. Walaupu demikian untuk menjaga kepentingan pihak debitor.
                Persesuian kehendak dalam asuransi kerugian dinyatakan secara tertulis, yaitu dengan diajukannya permohonan dengan mengisi SPPA oleh tertanggung kepada penanggung yang kemudian disetujui oleh penanggung.
                Untuk sahnya perjanjian asuransi harus memenuhi ketetntuan pasal 1320 KUH Perdata, yaitu :
1.       Persesuain kehendak.
2.       Kecakapan pihak-pihak yang mengikatkan diri.
3.       Suatu hal tertentu.
4.       Sebab yang diperbolehkan.
Pihak penanggung dalam asuransi kerugian adalah suatu perusahaan berbadan hukum. Direktur perusahaan yang menandatangi polis adalah pihak yang sah mewakili perusahaan berdasarkan anggaran dasar perusahaan. Berdasarkan fakta tersebut, berarti tertanggung dan penanggung adalah pihak-pihak yang memiliki wewenang melakukan tindakan hukum baik secara subyektif maupun obyektif. Kewenangan subyektif artinya kedua pihak sudah dewasa, sehat ingatan tidak berada dibawah perwalian (trusteeship) atau pemegang kuasa yang sah. Kewenangan obyektif artinya tertanggung adalah pihak yang sah mewakili perusahaan asuransi berdasarkan anggaran dasar perusahaan.
                Perjanjian asuransi pada dasarnya adalah perjanjian pergantian kerugian. Tujuan asuransi adalah memperalihkan risiko tertanggung dengan imbalan pembayaran premi dari tertanggung. Semuanya tertuang dalam polis. Dengan adanya kepercayaan dari pihak penanggung yang diimbangi dengan itikad baik dari tertanggung, menunjukan adanya penerapan prinsip kepercayaan dan prinsip itikad baik dalam asuransi kerugian. Itikad baik tidak saja ada pada tertanggung, tetapi juga ada pihak penanggung karena penanggung sudah menjelaskan luas jaminan yang diberikan kepada tertanggung, yang semua tertuang dalam polis. Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata menentukan bahwa setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Yang dimaksud itikad baik dalam pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata adalah bahwa perjanjian harus dilaksanakan secara pantas dan patut.
KESIMPULAN
                Ketentuan pasal 251 KUHD tidak diterapkan sepenuhnya dalam asuransi kerugian masih diperhatikan adanya itikad baik dari tertanggung. Pemberitaan tentang keadaan dari benda pertanggungan dalam asuransi kerugian menuntut adanya itikad baik dari tertanggung artinya pertanggungan tidak berjalan seandainya keselahan pemberitaan itu terjadi karena itikad baik dari tertanggung. Oleh karena itu pihak tertanggung tidak boleh berbohong atau membuat berita tidak benar supaya benda tertanggung diganti.
                Jadi harus ada itikad baik dan kesadaraan hati nurani dari pihak tertanggung untuk memberikan informasi yang benar tentang benda tertanggung.
Nama kelompok :
1)     Daniel Anugrah Wibowo
2)     Deden Muhammad
3)     Nur rahman
4)     Peter burju
5)     Rahman hidayah
6)     Sulung panji

Tidak ada komentar:

Posting Komentar