Sabtu, 26 Mei 2012

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK


PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK
OLEH:
SULUNG PANJI W
UNIVERSITAS GUNADARMA


                                                   Abstrak

Kesehatan merupakan investasi  untuk membangun sumber daya manusia yang produktif secara ekonomi dan sosial, oleh karena itu kesehatan sangat penting untuk dijaga bagi setiap orang. Undang-undang tentang kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, sosial, yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Selain itu dalam pasal 4 dijelaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama untuk memperoleh kesehatan yang optimal.
Kejadian malpraktek yang terjadi baik disengaja atau karena kelalaian sehingga dapat membahayakan pasien dan kerugian oleh pasien. Dengan adanya UU NO.8 tahun 1999, dalam hal ini pasien kesehatan belum sepenuhnya dapat terjamin haknya.









Pendahuluan

Kesehatan merupakan hal yang sangat mutlak dibutuhkan manusia, namun hanya sedikit orang awam yang mengerti dunia medis, pengetahuan medis menjadi hal yang eksklusif bagi mereka yang awam.  Seharusnya setiap pasien berhak mengetahui segala hal tentang medis dan obat yang dikonsumsinya, apalagi kalau sudah menyangkut keselamatan dirinya.
Kejadian mal praktek sangat erat dengan hak bagi anggota masyarakat khususnya pasien yang berperan sebagai konsumen kesehatan.  Memperoleh perlindungan dalam kedudukannya sebagai konsumen merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh masyarakat.
Hak konsumen secara internasional telah di akui melalui The International Organitation Of Consumer’s Union.  Pada tanggal 28 April 1999 telah dibuat UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, Undang-undang ini mulai berlaku setelah 1 tahun kemudian.  Dengan demikian Undang-undang ini telah berlaku sejak tanggal 20 April 2000.
Dalam kejadian mal praktek, terdapat aspek hukum perdata dan juga aspek hukum pidana.  Namun sayangnya, saat ini peraturan pemerintah tentang standar profesi yang diamanatkan UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan belum ada.
Dokter dan pasien merupakan dua subjek hukum yang terkait dalam hukum kedokteran, keduanya membentuk hubungan medik dan hubungan hukum.  Hubungan ini adalah hubungan yang objeknya pemeliharaan kesehatan dan pelayanan kesehatan pada khususnya.  Hubungan dokter dan pasien selalu di atur dalam peraturan- peraturan tertentu agar terjadi keharmonisan dalam pelaksanaannya.
Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen kesehatan maka perlu di rumuskan permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut :
                                 1.         Bagaimana perlindungan bagi konsumen kesehatan dalam hal terjadinya mal praktek?
                                 2.         Apa yang menjadi kendala pemenuhan hak atas ganti kerugian bagi konsumen dalam hal mal praktek medik?

Pembahasan

  1. Kriterian dan Unsur Mal Praktek

            Mal praktek merupakan suatu kegiatan medis yang tidak memenuhi standar medis yang telah ditentukan oleh standar operasional prosedur, baik dengan sengaja atau karna kelalaian yang dapat membahayakan dan mengakibatkan kerugian yang diderita oleh pasien.
            Untuk menilai dan membuktikan suatu perbuatan mal praktek atau bukan biasanya dipakai 4 kriteria, yaitu :
1.      Apakah perawatan yang diberikan untuk dokter cukup layak. Dalam hal ini standar perawatan dihentikan oleh pelaksana kesehatan dinilai apakah sesuai dengan yg di harapkan?
2.      Apakah terjadi pelanggaran kewajiban?
3.      Apakah itu merupakan penyebab cidera?
4.      Adanya ganti rugi

  1. Perlindungan Hukum terhadap Konsumen

            Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 1999 adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.  Pengertian tersbut menjelaskan bahwa konsumen dan pengusaha memiliki hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban secara timbal balik.  Perlindungan hukum konsumen bertujuan untuk :
1.      Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
2.      Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akses negative pemakaian barang dan jasa.
3.      Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih dan menentukan haknya sebagai konsumen.
4.      Menciptakan system perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian dan keterbukaan informasi serta akses untuk memperoleh informasi.
5.      Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab.
6.      Meningkatkan kualitas barang dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.

  1. Hak Untuk Mendapatkan Ganti Rugi
           
            Hak konsumen untuk memperoleh ganti rugi terhadap kerugian yang dideritanya telah diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 dalam pasal 4 huruf H, menyebutkan hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi atau penggantian apabila barang atau jasa tidak sesuai perjanjian.
            Kerugian yang diderita oleh seseorang dapat dibedakan menjadi 2, yaitu kerugian yang menimpa harta benda seseorang dan kerugian yang tidak menimpa harta.  Kerugian harta benda dapat berupa kerugian nyata serta kehilangan keuntungan yang diharapkan. Penentuan beserta ganti rugi harus dibayar, sedapat mungkin membuat pihak yang rugi dikembalikan keposisi awalnya sebelum mengalami kerugian.  Sehingga ganti rugi harus sesuai dengan kerugian yang di alami.
            Dalam pasal 19 ayat 1 UU No. 8 Tahun 1999 menyatakan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberi ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian akibat mengkonsumsi barang/jasa yang dihasilkan.  Ganti rugi yang dimaksud dapat berupa :
1.      Pengembalian uang
2.      Penggantian barang atau jasa yang setara nilainya atau sejenis
3.      Perawatan kesehatan
4.      Pemberian santunan yang sesuai dengan UU yang berlaku

Indonesia memiliki 9 hak konsumen, 2 diantanya adalah :
1.      Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
2.      Hak untuk memperoleh kompensasi, ganti rugi atau penggantian jika barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian

  1. Perlindungan Hak Atas Ganti Kerugian Konsumen Kesehatan

            Undang-undang perlindungan konsumen mengatur lebih luas mengenai subjek yang dapat digugat untuk mengganti kerugian.  Konsumen tidak hanya dapat menggugat produsen, tetapi konsumen juga dapat menggugat pelaku usaha yang termasuk didalamnya adalah dokter yang dianggap sebagai pelaku usaha.
            Jika pelaku usaha tidak dapat membuktikan bahwa dia tidak melalukan suatu kesalahan, maka pelaku usaha harus membayar ganti rugi kepada konsumen yang mengalami kerugian.  Tetapi jika pelaku usaha dapat membuktikannya, maka konsumen tidak akan mendapatkan ganti rugi sedikitpun.
            Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan dirinya dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau keterampilan dalam bidang kesehatan.  Dalam melaksanakan tugasnya tenaga kesehatan harus mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
            Dokter dan tenaga kesehatan dapat diminta pertanggung jawabannya, apabila melakukan kelalaian atau kesalahan yang menimbulkan kerugian bagi pasien sebagai konsumen kesehatan.  Kesalahan atau kelalaian dokter baik yang disengaja atau tidak sengaja bukanlah alasan untuk dokter lepas dari tanggung jawabnya, karena kerugian yang dialami pasien menimbulkan hak bagi pasien untuk menuntut ganti rugi.
            Bila pasien memperoleh pelayanan yang tidak semestinya, maka konsumen berhak untuk mendapakan ganti rugi.  Sebagai dasar hukum dari gugutan pasien atau konsumen kepada doker atau tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1365 KUHP.  Oleh karena itu pihak rumah sakit wajib untuk memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan ukuran atau standar perawatan kesehatan.

  1. Kendala Pemenuhan Hak Atas Ganti Rugi Bagi Konsumen Kesehatan

Mal praktek tidak ada dalam peraturan undang-undang di Indonesia, misalnya pasal 95 ayat (1) uandang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal ini hanya menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas ganti rugi dalam kelalaian yang di lakukan oleh tenaga kesehatan.  Sedangkan dalam pasal 50 undang-undang No.29 tahun 2004 yang berbunyi bahwa dokter umum dan dokter gigi berhak memperoleh perlindungan hukum selama melaksanakan tugas sesuai dengan profesi atau prosedur operational.  DPR baru menesahakan undang-undang tersebut pada tanggal 7 September 2004.  Banyak kalangan yang berpendapat bahwa undang-undang tersebut hanya memihak kepada dokter, bukan berpihak kepada tenaga medis dan konsumen kesehatan.
Apabila ada dokter yang melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), maka pasien yag dirugikan dapat melaporkan kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI).  Jika dokter tersebut terbukti bersalah, maka IDI akan memberikan sanksi moral sampai dngan pemecatan.
Pasien sulit untuk menuntut dokter yang melakukan malpraktek secara hukum, karena tidak ada standar yang membedakan antara malpraktek, kecelakaan, dan kelalaian.  Sedangkan hukum perdata atau pidana dapat diterima oleh dokter bila terjadi kecacatan kematian.  Oleh karena itu pasien harus :
·         Konsumen secara aktual telah mengalami kerugian
·         Konsumen juga harus membuktikan bahwa kerugian terjadi karena penggunan atau pemakaian barang atau jasa yang tidak layak
·         Ketidak layakan barang atau jasa tersebut merupakan tanggung jawab dari pelaku usaha
·         Konsumen tidak berkonstribusi, baik secara langsung atas kerugian yang dideritanya tersebut

Kendala lainnya adalah kesulitan untuk mendapatkan Rekam Medik (RM ).  Rekam medis ini dapat membantu dalam proses pembuktian dari pengadilan sehingga dapat memudahkan konsumen untuk mendapatkan ganti rugi.



Penutup

Konsumen kesehatan adalah pasien kesehatan yang mengalami malpraktek medik, dan belum mendapatkan perlindungan atas ganti rugi yang diharapkan sebagai mana mestinya.  Hak ganti rugi untuk konsumen kesehatan hanya didasarkan dalam pasal P 365 KUH Perdata.
            Dalam hal ganti rugi, sering sekali terjadi kendala yang cukup berarti.  Hal ini disebabkan karena belum ada ketentuan yang jelas mengenai malpraktek medik dan memberikan perbedaan antara kelalaian atau kekurang hati-hatian.  Kendala lainnya adalah sulitnya mendapatkan Rekam Medik (RM).  Jika penyelesaian hanya berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata, maka konsumen kesehatan tidak akan mendapatkan ganti rugi yang memuaskan, karena konsumen harus membuktikan kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa layanan kesehatan.



Daftar Pustaka

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/3210388398_1979-5408.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar