PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN
KESEHATAN DALAM HAL TERJADI MALPRAKTEK
OLEH:
SULUNG PANJI W
UNIVERSITAS GUNADARMA
Abstrak
Kesehatan
merupakan investasi untuk membangun
sumber daya manusia yang produktif secara ekonomi dan sosial, oleh karena itu
kesehatan sangat penting untuk dijaga bagi setiap orang. Undang-undang tentang
kesehatan menyebutkan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa,
sosial, yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Selain itu dalam pasal 4 dijelaskan bahwa setiap orang mempunyai hak
yang sama untuk memperoleh kesehatan yang optimal.
Kejadian
malpraktek yang terjadi baik disengaja atau karena kelalaian sehingga dapat
membahayakan pasien dan kerugian oleh pasien. Dengan adanya UU NO.8 tahun 1999,
dalam hal ini pasien kesehatan belum sepenuhnya dapat terjamin haknya.
Pendahuluan
Kesehatan
merupakan hal yang sangat mutlak dibutuhkan manusia, namun hanya sedikit orang
awam yang mengerti dunia medis, pengetahuan medis menjadi hal yang eksklusif
bagi mereka yang awam. Seharusnya setiap pasien berhak
mengetahui segala hal tentang medis dan obat yang dikonsumsinya, apalagi kalau
sudah menyangkut keselamatan dirinya.
Kejadian
mal praktek sangat erat dengan hak bagi anggota masyarakat khususnya pasien
yang berperan sebagai konsumen kesehatan. Memperoleh perlindungan dalam kedudukannya
sebagai konsumen merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh masyarakat.
Hak
konsumen secara internasional telah di akui melalui The International Organitation
Of Consumer’s Union. Pada tanggal 28 April 1999 telah dibuat
UU No. 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, Undang-undang ini mulai
berlaku setelah 1 tahun kemudian. Dengan demikian Undang-undang ini telah
berlaku sejak tanggal 20 April 2000.
Dalam
kejadian mal praktek, terdapat aspek hukum perdata dan juga aspek hukum pidana.
Namun
sayangnya, saat ini peraturan pemerintah tentang standar profesi yang
diamanatkan UU No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan belum ada.
Dokter
dan pasien merupakan dua subjek hukum yang terkait dalam hukum kedokteran,
keduanya membentuk hubungan medik dan hubungan hukum. Hubungan ini adalah hubungan
yang objeknya pemeliharaan kesehatan dan pelayanan kesehatan pada khususnya. Hubungan dokter dan pasien selalu di atur dalam
peraturan- peraturan tertentu agar terjadi keharmonisan dalam pelaksanaannya.
Untuk
mengetahui bagaimana perlindungan hukum bagi konsumen kesehatan maka perlu di
rumuskan permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut :
1.
Bagaimana perlindungan bagi konsumen kesehatan dalam
hal terjadinya mal praktek?
2.
Apa yang menjadi kendala pemenuhan hak atas ganti
kerugian bagi konsumen dalam hal mal praktek medik?
Pembahasan
- Kriterian dan Unsur Mal Praktek
Mal praktek merupakan suatu kegiatan
medis yang tidak memenuhi standar medis yang telah ditentukan oleh standar operasional
prosedur, baik dengan sengaja atau karna kelalaian yang dapat membahayakan dan
mengakibatkan kerugian yang diderita oleh pasien.
Untuk menilai dan membuktikan suatu
perbuatan mal praktek atau bukan biasanya dipakai 4 kriteria, yaitu :
1.
Apakah perawatan yang diberikan untuk dokter cukup
layak. Dalam hal ini standar perawatan dihentikan oleh pelaksana kesehatan
dinilai apakah sesuai dengan yg di harapkan?
2.
Apakah terjadi pelanggaran kewajiban?
3.
Apakah itu merupakan penyebab cidera?
4.
Adanya ganti rugi
- Perlindungan Hukum terhadap Konsumen
Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 8
Tahun 1999 adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen. Pengertian tersbut menjelaskan bahwa
konsumen dan pengusaha memiliki hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban secara
timbal balik. Perlindungan hukum konsumen bertujuan untuk :
1.
Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri.
2.
Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negative pemakaian barang dan jasa.
3.
Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih dan
menentukan haknya sebagai konsumen.
4.
Menciptakan system perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian dan keterbukaan informasi serta akses untuk
memperoleh informasi.
5.
Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab.
6.
Meningkatkan kualitas barang dan jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
- Hak Untuk Mendapatkan Ganti Rugi
Hak konsumen untuk memperoleh ganti
rugi terhadap kerugian yang dideritanya telah diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999
dalam pasal 4 huruf H, menyebutkan hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi
atau penggantian apabila barang atau jasa tidak sesuai perjanjian.
Kerugian yang diderita oleh
seseorang dapat dibedakan menjadi 2, yaitu kerugian yang menimpa harta benda
seseorang dan kerugian yang tidak menimpa harta. Kerugian harta benda dapat
berupa kerugian nyata serta kehilangan keuntungan yang diharapkan. Penentuan
beserta ganti rugi harus dibayar, sedapat mungkin membuat pihak yang rugi
dikembalikan keposisi awalnya sebelum mengalami kerugian. Sehingga
ganti rugi harus sesuai dengan kerugian yang di alami.
Dalam pasal 19 ayat 1 UU No. 8 Tahun
1999 menyatakan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberi ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, atau kerugian akibat mengkonsumsi barang/jasa yang
dihasilkan. Ganti rugi yang dimaksud dapat berupa :
1.
Pengembalian uang
2.
Penggantian barang atau jasa yang setara nilainya atau
sejenis
3.
Perawatan kesehatan
4.
Pemberian santunan yang sesuai dengan UU yang berlaku
Indonesia
memiliki 9 hak konsumen, 2 diantanya adalah :
1.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut
2.
Hak untuk memperoleh kompensasi, ganti rugi atau
penggantian jika barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
- Perlindungan Hak Atas Ganti Kerugian Konsumen Kesehatan
Undang-undang perlindungan konsumen
mengatur lebih luas mengenai subjek yang dapat digugat untuk mengganti
kerugian. Konsumen tidak hanya dapat menggugat produsen,
tetapi konsumen juga dapat menggugat pelaku usaha yang termasuk didalamnya
adalah dokter yang dianggap sebagai pelaku usaha.
Jika pelaku usaha tidak dapat
membuktikan bahwa dia tidak melalukan suatu kesalahan, maka pelaku usaha harus
membayar ganti rugi kepada konsumen yang mengalami kerugian. Tetapi
jika pelaku usaha dapat membuktikannya, maka konsumen tidak akan mendapatkan
ganti rugi sedikitpun.
Tenaga kesehatan adalah setiap orang
yang mengabdikan dirinya dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan atau
keterampilan dalam bidang kesehatan. Dalam melaksanakan tugasnya tenaga kesehatan
harus mematuhi standar profesi dan menghormati hak pasien.
Dokter dan tenaga kesehatan dapat
diminta pertanggung jawabannya, apabila melakukan kelalaian atau kesalahan yang
menimbulkan kerugian bagi pasien sebagai konsumen kesehatan. Kesalahan
atau kelalaian dokter baik yang disengaja atau tidak sengaja bukanlah alasan
untuk dokter lepas dari tanggung jawabnya, karena kerugian yang dialami pasien
menimbulkan hak bagi pasien untuk menuntut ganti rugi.
Bila pasien memperoleh pelayanan yang
tidak semestinya, maka konsumen berhak untuk mendapakan ganti rugi. Sebagai dasar hukum dari gugutan pasien atau
konsumen kepada doker atau tenaga kesehatan diatur dalam pasal 1365 KUHP. Oleh
karena itu pihak rumah sakit wajib untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan ukuran atau standar perawatan kesehatan.
- Kendala Pemenuhan Hak Atas Ganti Rugi Bagi Konsumen Kesehatan
Mal praktek tidak ada dalam
peraturan undang-undang di Indonesia, misalnya pasal 95 ayat (1) uandang-undang
No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pasal ini hanya menyebutkan bahwa setiap
orang berhak atas ganti rugi dalam kelalaian yang di lakukan oleh tenaga
kesehatan. Sedangkan dalam pasal 50
undang-undang No.29 tahun 2004 yang berbunyi bahwa dokter umum dan dokter gigi
berhak memperoleh perlindungan hukum selama melaksanakan tugas sesuai dengan
profesi atau prosedur operational. DPR
baru menesahakan undang-undang tersebut pada tanggal 7 September 2004. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa
undang-undang tersebut hanya memihak kepada dokter, bukan berpihak kepada
tenaga medis dan konsumen kesehatan.
Apabila ada dokter yang
melanggar Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), maka pasien yag dirugikan
dapat melaporkan kepada Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Jika dokter tersebut terbukti bersalah, maka
IDI akan memberikan sanksi moral sampai dngan pemecatan.
Pasien sulit untuk menuntut
dokter yang melakukan malpraktek secara hukum, karena tidak ada standar yang
membedakan antara malpraktek, kecelakaan, dan kelalaian. Sedangkan hukum perdata atau pidana dapat
diterima oleh dokter bila terjadi kecacatan kematian. Oleh karena itu pasien harus :
·
Konsumen
secara aktual telah mengalami kerugian
·
Konsumen
juga harus membuktikan bahwa kerugian terjadi karena penggunan atau pemakaian
barang atau jasa yang tidak layak
·
Ketidak
layakan barang atau jasa tersebut merupakan tanggung jawab dari pelaku usaha
·
Konsumen
tidak berkonstribusi, baik secara langsung atas kerugian yang dideritanya
tersebut
Kendala lainnya adalah kesulitan untuk
mendapatkan Rekam Medik (RM ). Rekam
medis ini dapat membantu dalam proses pembuktian dari pengadilan sehingga dapat
memudahkan konsumen untuk mendapatkan ganti rugi.
Penutup
Konsumen kesehatan adalah pasien kesehatan
yang mengalami malpraktek medik, dan belum mendapatkan perlindungan atas ganti
rugi yang diharapkan sebagai mana mestinya.
Hak ganti rugi untuk konsumen kesehatan hanya didasarkan dalam pasal P
365 KUH Perdata.
Dalam
hal ganti rugi, sering sekali terjadi kendala yang cukup berarti. Hal ini disebabkan karena belum ada ketentuan
yang jelas mengenai malpraktek medik dan memberikan perbedaan antara kelalaian
atau kekurang hati-hatian. Kendala
lainnya adalah sulitnya mendapatkan Rekam Medik (RM). Jika penyelesaian hanya berdasarkan pasal
1365 KUH Perdata, maka konsumen kesehatan tidak akan mendapatkan ganti rugi
yang memuaskan, karena konsumen harus membuktikan kesalahan yang dilakukan oleh
pelaku usaha jasa layanan kesehatan.
Daftar Pustaka
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/3210388398_1979-5408.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar